First Encounter of You and Me
“Lu anjing banget, Jul. Gue malu banget!” Kata Nino sambil menepuk pundak Jule dengan keras, yang dibalas dengan ketawa renyah Jule dan Hadya setelah kejadian 'Nino Meong' yang membuatnya malu sampai ke nadi.
Nino, Jule, dan Hadya masih berada di sekitar loket penukaran tiket. Puluhan pasang mata juga masih memperhatikannya karena kejadian yang baru saja terjadi tadi.
“Ini kita ngapain masih di sini?” tanya Nino sambil berdecak pinggang setelah ia merasa jenuh terus-terusan berdiri di tempat yang sama tanpa alasan yang jelas. Jule pun masih sibuk memainkan ponselnya, seperti sedang menunggu sebuah pesan. Berbeda dengan Hadya yang sibuk terus memperhatikan ramainya orang-orang yang datang dengan kekasihnya, tapi kalau dilihat ke samping kanan dan kirinya, Hadya bersama Nino dan Jule lagi dan lagi dan ia hanya bisa mendengus. Banyak teman kuliah mereka yang berasumsi jika Hadya, Jule, dan Nino memutuskan untuk jomblo seumur hidup karena ketiganya terlalu senang bersama-sama bukanlah sebuah hal yang mengejutkan.
Jule menutup ponsel yang ia genggam, “Ayo deh masuk! Sorry tadi gue kira tadi Bang Yasa jadi mau ikut kita.” Jelas Jule yang kemudian menggandeng tangan Nino sebagai ajakan pergi dari tempat sambil melemparkan senyum genitnya. “Apa, sih? Gak usah pegang-pegang gue.” Untuk kesekian kalinya Jule membuat Nino jengkel hari itu.
Jalan menuju pintu masuk venue tidak terlalu jauh dari loket penukaran tiket. Suasana ICE BSD hari itu juga sangat cerah disambangi angin sore hari yang 'anak muda nongkrong' banget. Tiga sekawan itu berjalan menuju antrian yang terlihat sudah lumayan panjang. Memang ada baiknya untuk datang lebih awal daripada mengantre panjang karena setiap penonton harus mengikuti body checking sebagai syarat masuk untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Di sisi lain terlihat rambut indah hitam pekat Nina dengan highlight warna biru, merah, dan pink palsu yang ia temukan di gudang waktu lampau. Nina terlihat mencolok dan menyita perhatian banyak pasang mata hari itu. Tubuhnya yang jangkung, tinggi 165 cm membuat Nina mudah disadari kehadirannya seperti yang terjadi sekarang dengan Jule yang sibuk menunjuk-nunjuk dan menjelaskan siapa Nina ke Nino dan Hadya.
“Liat gak cewek yang tinggi rambut ayam?” Kata Jule sambil menyila kedua tangannya di depan dada.
“Rambut ayam gimana sih, Jul?” Tanya Hadya sambil menggelengkan kepala karena kelakuan sahabatnya yang tidak pernah normal.
“Maksud gue itu, yang rambutnya warna-warni kayak anak ayam yang dijual depan sekolah waktu SD. Kata Darwis dia adeknya Kak Tara, Gintara Layali, yang dulu kebanggaan jurusan karena lombanya sana-sini, Internasional lagi.” Penjelasan Jule sedikit membuat Nino terkejut karena ia tidak asing dengan nama Gintara Layali, secara Kak Tara pernah menjadi pelatih debatnya beberapa kali saat semester 1.
“Oh? Seriusan lu, Jul? Gue kok kayak jarang liat dia di kampus, anaknya kayak jarang ikut event internal Sasing deh.” Hadya berbicara sambil bergerak maju karena sudah gilirannya Body Checking. Giliran Hadya dan Jule baik-baik saja walau rokok sebatang Hadya harus diambil panitia karena peraturan yang tertulis dalam pdf 32 halaman itu.
Nino maju sambil mengangkat tas tidak terlalu besar yang ia jinjing dan memberikannya ke salah satu panitia yang bertugas saat itu, Cikal.
“Kak, maaf, ini parfumnya gak boleh dibawa masuk. Kita udah post peraturannya di Instagram dari senin kemarin.” Ucap Cikal yang membuat mata Nino membelalak dan melirik Hadya dan Jule yang sudah masuk terlebih dahulu. Hatinya sedikit jengkel mendengar perkataan Cikal mengingat baru kurang dari 24 jam parfum ini menjadi miliknya.
“Terus gue apaing dong? Mau disita?” Tanya Nino dengan nada datar sambil melirik Jule dan Hadya lagi.
“Sebentar ya kak, saya panggil temen dulu yang lebih punya wewenang.” Cikal meninggalkan gate yang ia jaga dan berjalan menuju Nina yang kebetulan sedang bertukar shift dengan Naura.
“Nin, itu ada yang bawa parfum Dior, diambil juga? Gue gak tega anjir, mana masih penuh.” Tanpa balasan, Nina langsung berjalan menuju gate yang Cikal jaga. Melewati Hadya dan Jule awalnya sibuk bermain lempar tatapan dengan Nino yang sudah terlihat melas menjadi terkesima dengan aura Nina yang 'sadis'.
“Kamu yang bawa parfum?” Tanya Nina kepada Nino yang sedang berdiri sangat tegap dan tak berkedip sekalipun.
“Iya.” Jawab Nino singkat. Kedua bola matanya masih tidak bisa lepas dari wajah Nina, tanpa disadari ia menelusuri wajah Nina yang untuknya sempurna.
“Saya ambil dulu ya kak, ini parfumnya mahal jadi sayang kalo disita. Sebenernya gak boleh tapi yaudah gak papa, nanti ambil aja pas mau pulang. Saya standby di pintu keluar juga. Atas nama siapa?” Nina menggigit tutup spidol permanen yang ia ambil dari sakunya dan siap untuk menuliskan nama empunya parfum itu.
“Markiano Iskandar.” Nina terdiam sebentar dan tiba-tiba teringat percakapannya dengan Arel dan Icha beberapa belas menit lalu. Sedikit tertoreh senyuman kecil meningat kata 'Nino Meong'.
“Oke! Saya izin ambil parfumnya ya kak.” Ucap Nina sambil memberikan jempol kepada Cikal sebagai isyarat bahwa semua baik-baik saja dan meninggalkan gate yang Cikal jaga.
“Iya…” Suara Nino terdengar sangat kecil saat itu. Jule dan Hadya pun langsung melirik satu sama lain seperti mereka tahu yang Nino pikirkan.
Sial, cantik banget, batin Nino.
Nino berjalan melewati Cikal dan disambut Jule dan Hadya dengan ketawa mengejek mereka.
“Serem juga lu, naksirnya langsung sama adek Gintara Layali. Ini lu ceritanya lagi cinta pada pandangan pertama, nih?” Hadya berbicara sambil melewati kerumunan orang yang hanya dibalas geplakan keras di bahu oleh Nino.