Our Sacred Vow in Canada
Sejak dua hari lalu Nina sudah kembali ke rumahnya. Sebagian kegiatan perkuliahan sudah selesai, hanya tersisa ujian akhir semester yang biasanya memang akan diadakan di awal bulan tahun berikutnya.
Sekumpulan notifikasi sudah bertengger di kolom paling atas lockscreen ponsel Nina. Pesan dari pemilik kontak Dior 1.7jt yang membuat Nina kehabisan kata minggu lalu, tentang sebuah pesan panjang yang berisi hal-hal yang Nina harapkan bisa ia dengar dari orang-orang terdekatnya sejak dulu. Dan seperti god's sent, seseorang itu akhirnya hadir di dalam hidupnya.
Membaca pesan dari Nino membuatnya tersenyum sangat cerah. Jika harus mendeskripsikan perasaannya, sebenarnya Nina sudah tidak bisa menjabarkannya lagi. Kalian pasti pernah merasakan kebahagiaan yang tak terbendung lagi hingga tidak ada kata yang bisa menjabarkan suasana hati kalian, bukan? Ya, sama dengan Nina hari itu.
Sesuai kesepakatan beberapa hari yang lalu, keberangkatan Nino dan Nina ke Kanada memang terpisah dari kedua keluarga. Nino dan Nina sendiri akan berada di Toronto selama beberapa hari. Dari pihak Nino sendiri memutuskan untuk berangkat pada tanggal 22 dan keluarga Nina akan berangkat pada tanggal 23. Dan keduanya berserta Nino dan Nina akan berkumpul di Vancouver pada tanggal 24.
Setelah selesai bersiap, Nina diantar Gintara menuju Bandara Soekarno-Hatta. Awalnya, seperti biasa, Nino menawarkan Nina untuk pergi bersamanya. Namun, karena beberapa pertimbangan, Nina lebih memilih untuk di antar Gintara agar lebih efisien.
“Dek, hati-hati kamu nanti di sana.”
“Ya tuhan, Abang! Emang aku mau ngapain sih?”
“Kok marah? Santai aja, Unyon!”
“Jadi, Nino udah ngajak kamu pacaran terus dia minta kamu jawabnya iya atau enggaknya di Kanada? Pede banget tuh anak! Kalo kamu tolak gimana? Nin, kamu prank aja dia.”
“Katanya dia pasrah aja, tapi dia lucu banget tau bang! Kayak gemes aja gitu, terus dia udah semenjak nembak itu kalo ngechat panjang-panjang banget. Kayak semua yang ada di kepala dia diketik. Kamu gitu juga gak ke cewekmu bang? Oh iya, bang bagi tempat nongkrong asik buat orang pacaran dong di Tangerang. Aku taunya di daerah BSD aja, siapa tau kamu tau yang lucu-lucu estetik gitu,” Ucap Nina panjang lebar tanpa jeda. “Bang! Jawab aku dong!” Ujar Nina sambil menepuk keras bahu Ginatara.
“Aku gak ngomong sama bulol.”
“Anjing.”
“Iya, nanti aku list dulu tempat-tempatnya.”
“Dek, aku balik ya? Tungguin aja si Nino di sini, lagi jalan mungkin. Cewekku udah bales minta jemput nih.” Kata Gintara sambil menggoyangkan ponsel di genganggamannya.
“Iya, udah sana pacaran sama Kak Kaila. Bulol!”
“Sesama bulol mening damai aja.” Gintara memeluk adik perempuan satu-satunya dan mencium kening, serta pipi kanan & kiri.
“Kaget! Aku kira kamu dicium siapa.” Suara yang tak asing terdengar dari sebelah kanan Nina. Ya, itu Nino.
“No, jagain ya adek gue. Awas aja lo apa-apain. Asli, jadi orang pertama yang paling murka.” Kata Ginatara sambil berpura-pura meremas pundak Nino.
“Iya, kak. Ceweknya juga aing maung. Gue gak berani!”
“Hahaha! Oke hati-hati. Bisa Bahasa Inggris kan lo berdua?”
“KITA ANAK SASING!” Teriak Nino dan Nina bersamaan.
“Udah, jodoh deh! Keren banget lo berdua.” Ucap Ginatara sambil berjalan menjauh dari Nino dan Nina.
Selama menunggu boarding, Nina duduk tepat di samping Nino dan wanita itu tidak bisa berhenti memainkan rambut Nino yang sekarang warnanya sudah berubah menjadi blonde.
“Ngapain sih dikunyel-kunyel terus rambut aku?”
“Gak papa, masih kaget aja. Abisnya kamu jadi kayak bule banget! Rambut kamu keren juga gak rusak-rusak banget, oke lah ini. Nyalon kali ya aku di Kanada? Mau ganti jadi blonde lagi.” Kata Nina sambil terus memainkan rambut Nino.
“Biar kembaran gitu?”
“Iya, biar nanti aku foto beler lagi terus kamu bilang cantik tapi gak lupa kata Anjingnya.”
“JANGAN DIINGETIN!!”
Keduanya sekarang hanya sibuk membicarakan hal-hal yang tidak penting. Nina dengan saksama mendengarkan Nino bercerita pengalaman-pengalamannya yang sudah seperti simulasi webinar. Tertawa, tersenyum, dan bahagia, hanya itulah yang bisa mendeskripsikan mereka.
Kota Toronto hari ini terbilang cukup baik dibandingkan beberapa hari lalu yang diguyuri hujan lumayan deras. Cuaca yang terang namun berawan tidak menutup kenyataan bahwa selapis baju tidak dapat membuat seseorang akan ada di kata hangat.
Scotiabank Arena saat ini dipenuhi oleh ribuan orang yang siap menyaksikan penampilan dari artis dunia yang namanya sudah melambung sejak 10 tahun lalu. Berbagai lagu Justin Bieber secara random sudah diputar di luar arena sebagai starter pack sebelum konser dilaksanakan.
“Nin, kedinginan gak? Mau pake jaket aku?” Tanya Nino sambil mencoba untuk melepas jaketnya.
“Nope, i'm fine.”
Nino dan Nina sekarang sedang mengantre menunggu giliran untuk masuk ke dalam arena. Pasangan soon-to-be-official ini memang terlalu memiliki ambisi yang tinggi untuk melihat Justin Bieber. Bahkan semalam keduanya mengadakan konser dadakan dimana Nino bernyanyi lagu-lagu Justin Bieber dan Nina berpura-pura menjadi seorang fans. Tak terlewat juga segment legendaris One Less Lonely girl, itupun mereka parodikan juga.
“Hey! Can I see your tickets please?” Tanya salah satu petugas penjaga pintu masuk konser.
“This.” Jawab Nino dengan singkat dan memberikan tiket dalam bentuk fisik yang ia tukarkan tadi pagi.
“Okay! Two tickets for front row section A. Alright! It's verified! Thank you, enjoy the show!”
“Thank you.” Ucap Nina sambil memberikan senyuman tulusnya.
Sekarang Nino dan Nina berjalan menuju section mereka. Nina berjalan tepat di depan Nino, ia tidak bisa berhenti melompat dan menghentakkan kakinya. Nino hanya bisa tertawa dan berjalan lebih cepat agar ia dapat berjalan seiring dengan Nina dan menggenggam tangannya.
Saat lampu di dalam venue sudah mati dan sinar-sinar putih tercampur cahaya ungu mulai dinyalakan, teriakan-teriakan histeris mulai bisa terdengar dengan jelas. Begitu juga Nina yang tanpa ia sadari sendiri sudah berteriak sangat kencang. Selama konser berjalan, Nino sebenarnya lebih sering mengawasi Nina yang sudah beberapa kali sempat terdorong tidak sengaja oleh kerumunan. Tangan kirinya memegang bahu kiri Nina yang sesekali menariknya mendekat ke dalam dekapannya akibat dorong-dorongan tersebut.
“MARKIANO! I WANT TO SAY THANK YOU SO MUCH! I'M SORRY I GOT TOO EXCITED WATCHING MY PARASOCIAL BOYFRIEND!”
“YES, NIN! IT'S OKAY! ENJOY THE SHOW. I'M HAPPY TO SEE YOU HAPPY!”
“MARKIANO, YOU LOOK PALE! ARE YOU OKAY?”
“DO I? I'M OKAY!”
“MARKIANO!”
“YES, WHY?”
“AREN'T YOU WAITING FOR MY ANSWER?”
“I AM! SINCE YESTERDAY TO BE HONEST.”
“HE IS SINGING HAILEY NOW! DO YOU KNOW THE LYRICS?”
“OFCOURSE, I DO!”
“CAN YOU SING ALONG WITH HIM? JUST FOLLOW ALONG THE LYRICS!”
“LOOKING IN YOUR EYES, I CAN'T BELIEVE YOU'RE MINE. IT'S BEYOND AN OBSESSION, ALL OF MY ATTENTION NOTHING CAN COMPARE TO YOU.”
“Now look at my eyes. Say the first line.”
“Looking in your eyes, I can't believe you're mine.”
“Yes, babe? Why can't you believe that i'm yours now?”
Jantung Nino berdegup dengan kencang. Wajahnya sudah berubah berubah menjadi merah. Sekujur tubuhnya seakan ingin berteriak. Matanya tidak bisa berhenti melihat perempuan di sampingnya yang sangat dengan mudah sudah kembali fokus untuk melihat Justin menyanyikan lagu Hailey.
Nino menarik tangan Nina keluar dari kerumuman, menariknya sedikit ke belakang yang berdekatan dengan barikade dimana lebih banyak ruang kosong dibandingkan sebelumnya.
“KAK! WHAT HAPP—”
Dengan sekuat tenaga Nino mengangkat Nina duduk diatas barikade tersebut. Ia sudah membuat tangan Nina melingkar di lehernya. Kedua pasang mata ini sekarang sudah bertatapan dengan sahdu.
“Mau nyium gue ya lu? Bilangin abang nih abis ini.” Ucap Nina sambil menarik Nino menjadi lebih mendekat kepadanya.
“Iya, boleh gak? Your consent matters.”
“How can you ask this in front of my parasocial boyfriend?”
“Ya amᅳ”
Ucapan Nino terhenti saat ia merasakan bibir plump dan hangat Nina mendarat di pipi kanannya. Perempuan itu kemudian langsung meloncat dari barikade dan kembali melompat serta berteriak seolah tak terjadi apa-apa.
Nino hanya bisa tertawa dan mengikutinya dari belakang. Sempat disaat Nina sedang mengambil napasnya karena lelah melompat, Nino memeluknya dari belakang dan mencium pipi gadis itu.
Hello, Markiano! This is Kanina, I'm very happy to be someone special to you. Thank you for being there for me when I need you the most until today, I thought you were my biggest mistake, but you're actually my greatest biggest mistake. I love you and I want to grow old with you too!